Rabu, 31 Maret 2010

MENGENDALIKAN HAMA KEONG MAS PADA TANAMAN PADI


Salam pertanian. Dalam dunia pertanian hama keong mas merupakan hama yang tidak asing lagi. Keong mas memakan tanaman padi muda yang baru ditanam serta dapat menghancurkan tanaman pada saat pertumbuhan awal. Serangan keong mas yang parah dapat mengakibatkan tanaman padi yang baru di tanam habis total.
Saat-saat penting untuk mengendalikan keong mas adalah pada 10 hari pertama untuk padi tanam pindah dan sebelum tanaman berumur 21 hari pada sistem tabela (tanam benih secara langsung). Setelah umur tersebut, tingkat pertumbuhan tanaman biasanya lebih tinggi daripada tingkat kerusakan akibat keong.
Beberapa cara megendalian hama keong mas secara terpadu di tanaman padi antara lain:
  • Musuh alami: bebek memakan keong muda. Bebek ditempatkan di sawah selama persiapan lahan tahap akhir atau setelah tanaman tumbuh cukup besar (misalnya 30-35 hari setelah tanam). keong dapat dipanen, dimasak serta dimakan.
  • Pemungutan: Pungut keong dan hancurkan telurnya. Hal ini paling baik dilakukan di pagi dan sore hari ketika keong berada pada keadaan aktif. Tancapkan tongkat bambu untuk menarik keong dewasa agar meletakkan telurnya.
  • Penggunaan umpan: Tempatkan dedaunan yang menarik perhatian keong agar pemungutan keong lebih mudah (tanaman yang memungkinkan adalah: pisang dan pepaya). Letakkan dedaunan tersebut ditepi-tepi sawah.
  • Pengelolaan air: Keong bersifat aktif pada air yang menggenang/diam dan karenanya, perataan tanah dan pengeringan sawah yang baik dapat membantu mengurangi kerusakan. Saluran saluran air kecil (misalnya, lebar 15-25 cm dan dalam 5 cm) juga dapat dibuat, setelah persiapan lahan tahap akhir. Buat saluran-saluran kecil dengan menarik kantung berisi benda berat dengan interval 10-15 m atau di sekitar sudut-sudut sawah. Saluran-saluran kecil ini memudahkan pengeringan dan bertindak sebagai titik focus untuk mengumpulkan keong atau membunuh keong secara manual dengan lebih mudah. Apabila pengendalian air baik, pengeringan dan pengaliran air ke sawah dilakukan hingga stadia anakan (misalnya, 15 hari pertama untuk tanam pindah dan 21 hari pertama untuk tabela).
  • Pengunaan tanaman beracun: Tempatkan tanaman beracun (misalnya daun Monochoriavaginalis, daun tembakau, dan daun Kalamansi pada di saluran-saluran kecil.
  • Pencegahan masuk ke sawah: Tempatkan penyaring dari kawat atau anyaman bambu pada saluran keluar dan masuk irigasi utama untuk mencegah masuknya keong. Cara pengendalian ini kurang efektif karena kebanyakan keong mengubur dirinya sendiri dan �hibernasi� di sawah ketika tanah mengering.
  • Pengendalian secara kimia: Gunakan pestisida yang berbahan aktif niclos amida dan deris. pilih produk-produk yang tersedia di toko pertanian yang memiliki kadar racun rendah terhadap manusia dan lingkungan.
-by maspary-


Artiel terkait: Penggolongan pestisida

Minggu, 28 Maret 2010

TAHUN 2010 HARGA PUPUK BERSUBSIDI BATAL NAIK

Wacana menaikkan harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi yang sempat mengemuka dibatalkan oleh pemerintah. Keputusan pemerintah untuk membatalkan kenaikan harga eceran tertinggi (HET) pupuk pada April 2010. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Anggito Abimanyu menjelaskan, HET pupuk batal naik tahun ini dan sebaliknya anggaran belanja pemerintah akan ditambah guna menambal subsidi.

Batalnya kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi dengan menambah subsidi menjadi perbincangan yang hangat oleh beberapa kalangan. Beberapa pihak menyatakan bahwa kenaikan HET ini dapat mengurangi akses petani untuk memperoleh pupuk. Sebaliknya di beberapa daerah beberapa pihak menyatakan bahwa petani di beberapa daerah sudah menyatakan siap membeli pupuk kimia dengan harga mahal, untuk mensubstitusi dengan pupuk organik.

Dengan pembatalan HET pupuk bersubsidi ini menurut Ketua Dewan Pupuk Indonesia, Soedjais, upaya mengembangkan konsumsi pupuk organik menggantikan pupuk kimia akan sia-sia. Soedjais mengaku sudah lama mengusulkan kepada Menko Perekonomian Hatta Rajasa, bahkan Wakil Presiden Boediono agar HET pupuk dinaikkan sebesar 30 persen dan setiap tahunnya mengalami kenaikan sebesar 30 persen.

�Sehingga pada tahun ketiga, harga pupuk kita sudah market price dan tidak tergantung dengan subsidi lagi,� ujarnya.

Dengan pembatalan rencana kenaikan ini, dia memperkirakan, pemerintah harus menambal subsidi pupuk sebesar Rp 25-28 triliun, atau mengalami peningkatan Rp 17 triliun dari subsidi tahun lalu.

Sementara dengan mekanisme subsidi harga pupuk, Soedjais menilai tidak akan mendorong produktivitas pabrik pupuk. Upaya pemerintah untuk menjaga ketahanan pangan, juga tidak relevan dengan dianulirnya rencana kenaikan HET.

�Seharusnya jika pemerintah concern dengan ketahanan pangan, maka akan mendorong perbaikan kualitas tanah. Itu bisa dilakukan jika mengkonsumsi pupuk organik atau pupuk bio,� ujarnya.

Dengan masih adanya subsidi pupuk kimia, kata dia, maka petani akan semakin kecanduan pupuk kimia murah. Hingga saat ini, konsumsi pupuk kimia mencapai 8 juta ton, sementara pupuk organik masih sekitar 1-2 juta ton.

Padahal, menurut Soedjais, konsumsi pupuk kimia harus ditekan menjadi 4 juta ton dan sisanya untuk pupuk organik. �Negara-negara lain sudah melakukan, seperti Jepang, Korea, dan Taiwan,� ujarnya.

BENARKAH FUNGISIDA GOL. AZOL DAPAT MENINGKATKAN PRODUKSI PADI


Akhir-akhir ini bukan hanya petani horticultura saja yang menggunakan fungisida, sepertinya petani padipun tidak mau ketinggalan. Tapi ada kesalahan fatal dari pemahaman petani padi tentang fungisida. Mereka menganggap fungisida tersebut bukan sebagai penanggulangan jamur padi tapi sebagai boster padi yang bisa meningkatkan produksi. Dalam beberapa kasus tertentu memang benar (misal saat tanaman padi terserang altenaria/ pirycularia ), tapi secara umum jika tak ada serangan pernyataan tersebut kurang pas.

Banyak sekali golongan fungisida padi dipasaran, cuma saat ini yang sedang ngetrend sekali adalah golongan azol. Dari golongan ini ada beberapa bahan aktif diantaranya Tebukonazol, Fenbukonazol, difenokonazol, propikonazol dll. Dari masing-masing bahan aktif tersebut memberikan karateristik yang beda-beda pada tanaman padi.

Pada postingan lain waktu akan saya jelaskan perbedaan-perbedaan tersebut berdasarkan pengalaman saya. Yang jadi masalah adalah bahwa para penjual fungisida mengklaim bahwa produknya bisa meningkatkan produksi. Benarkah? Kita tahu semua bahwa fungisida adalah dari kata fungi (jamur) dan sida (racun).

Jadi fungisida adalah racun untuk menanggulangi jamur pada tanaman. Jadi benarkah bisa meningkatkan produksi padi? Ataukah lebih tepat kita sebut sebagai mempertahankan produksi dari pengurangan hasil oleh jamur?
-by maspary-

Kamis, 25 Maret 2010

MENGAPA PERTANIAN KITA MASIH TERTINGGAL?


Sudah berlalu 30 tahun pembangunan pertanian namun teknologi pertanian Indonesia tidak menunjukkan kemajuan yang berarti. Menurut Ketua Umum Perhimpunan Teknik Pertanian (Perteta) Sam Herodian, hal itu bisa dicontohkan secara sederhana dengan adanya realitas bahwa sebuah traktor tangan masih dipakai untuk 500 orang petani. Sementara di Vietnam, traktor tangan sudah dipakai untuk 20 orang petani. Makanya mereka lebih maju daripada kita.

Di Indonesia, traktor masih bersaing dengan penggunaan sapi dan tangan manusia alias aktifitas mencangkul. Bahkan fakta di lapangan sungguh memprihatinkan. Bantuan pemerintah, semisal peralatan pertanian, sayangnya tidak digunakan di daerah-daerah. Hal ini menunjukkan pola yang sama bahwa pola bantuan pemerintah hanyalah sia-sia belaka, karena tidak tepat guna dan tidak tepat sasaran. Meskipun begitu, bantuan pemerintah yang cukup berarti yang tetap dilakukan pemerintah hingga saat ini adalah berupa input kimia dan biologi, yakni pupuk dan benih.

Hal yang sama dilakukan oleh pemerintah Jepang. Hanya saja pemerintah Jepang menggelontorkannya sebelum meletusnya Perang Dunia II. Sedangkan Indonesia terlambat, sehingga mimpi untuk maju pantas dibuang jauh-jauh jika infrastruktur, yang jelas-jelas sebagai syarat menggapai kemajuan, belum tersentuh. Bantuan pemerintah berupa subsidi pupuk yang mencapai angka 18 triliun pun belum bisa dikatakan tepat sasaran. Angka itu pun relatif kecil, karena hanya kuat untuk membeli beras 3 juta ton.

Sebenarnya lebih tepat, kalau subsidi itu diganti subsidi output, yakni dengan cara membeli gabah petani sebagaimana diterapkan di Jepang. Sudah saatnya Indonesia memikirkan bagaimana membuat input teknologi yang memadai dan menguntungkan. Sehingga kita tidak gamang ketika melangkah. Memang sudah saatnya kita menuju kesana! Menurut Mentan sebagaimana dibacakan oleh salah seorang staf ahlinya, Dr. Ir. Kaman Nainggolan, MS.

ketahanan pangan nasional kita kian memprihatinkan. Pertumbuhan permintaan pangan lebih cepat daripada pertumbuhan penyediaannya akibat peningkatan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, serta daya beli dan perubahan selera masyarakat. Sedangkan permasalahan utama dalam mewujudkan ketahanan energi di Indonesia meliputi tingginya ketergantungan terhadap bahan bakar fosil padahal makin langka dan mahal, terbatasnya penyediaan energi alternatif terbarukan yang siap dikonsumsi, terbatasnya teknologi dan prasarana baik untuk pengolahan bahan maupun untuk pemanfaatan energi terbarukan yang siap dikonsumsi, mahalnya biaya produksi sebagian besar energi alternatif, rendahnya pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam pemanfaatan energi alternatif terbarukan.

SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI)


Akhir-akhir ini dalam pengembangan teknologi budidaya tanaman padi kita mendengar istilah SRI. SRI mengembangkan teknik budidaya pertanian yang mampu menawarkan hemat air, benih dan pupuk. Dengan model �System of Rice Intensification� budidaya padi metode SRI ini merupakan terobosan dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara.

Dibanding dengan budidaya padi dengan pola konvensional, budidaya padi metode SRI mampu menghemat benih padi hingga sepertiganya. Untuk satu hektar lahan, hanya memerlukan 10 kg benih dari yang biasanya 30-50 kg di sistem konvensional. Sementara dalam hal penggunaan pupuk bisa menghemat hingga 50 persen dan penggunaan air dengan genangan air yang lebih rendah. Genangan air yang diperlukan dalam SRI bisa dikurangi mencapai 10-15 cm lebih rendah, bahkan bisa hanya genangan air dengan ketinggian 2 atau 1 cm.

Pengelolaan padi dengan metode SRI itu diakuinya bertujuan untuk mencapai produksi yang tinggi melalui peningkatan jumlah anakan dan anakan produktif, peningkatan panjang malai dan penambahan jumlah benih padi per malai, peningkatan berat benih padi, serta memperbaiki perkembangan akar tanaman sehingga sehat pertumbuhannya dan bisa meningkat produksinya.

Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan persyaratan di antaranya tanam bibit muda yang berumur kurang dari 15 hari setelah semai, menanam bibit dengan satu lubang satu bibit di mana jarak tanam lebih lebar, melakukan pindah tanam sesegera mungkin dan akar tanaman dijaga agar tidak putus, ditanam dangkal antara 1-2 cm dan akar tidak ditekuk, lalu pemberian genangan air serta penyiangan dilakukan seawal mungkin.

Selasa, 23 Maret 2010

TOLAK UKUR KEBERHASILAN SLPTT


Sudah dua tahun ini saya memandu petani dalam program SLPTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu). Saya sebagai seorang penyuluh kadang dalam hati bertanya-tanya, apa sebenarnya yang menjadi tolak ukur keberhasilan dalam kita menjalankan program tersebut. Karena dalam program tersebut pemerintah telah mengeluarkan anggaran yang tidak sedikit, dan kita semua berharap agar program tersebut tidak sia-sia.

Memang menurut saya SLPTT yang notabene sebagai program luar biasa spektakuler ciptaan kabinet Indonesia Bersatu dan dinilai berhasil oleh pemerintah memang seharusnya mempunyai tolah ukur keberhasilan per unit kerja penyuluh secara jelas. Bahkan bukan itu saja seharusnya ada perencanaan , monitoring dan evaluasi yang relevan dengan program tersebut per masing-masing penyuluh. Dan memang seharusnya hal tersebut diaplikasikan bukan hanya di program SLPTT saja, tetapi untuk semua kegiatan kita sebagai penyuluh pertanian.

Dengar tidak dengar, sadar tidak sadar, mau tidak mau dan diakui atau tidak diakui diluar sana diluar komunitas penyuluh bergulir isu yang tidak mengenakkan kita sebagai seorang penyuluh, PENYULUH KITA IMPOTEN. Dan lebih parah lagi mereka ada yang membenci kita sebagai penyuluh yang di labeli sebagai orang "PEMAKAN GAJI BUTA". Kerja enak dan santai tapi gaji terus jalan. Padahal kita tahu hal tersebut hanya karena ulah oknum segelintir penyuluh yang blm bisa bekerja. Kita semua tahu sebagian besar keluarga penyuluh telah bekerja dg luar biasa demi petani & demi bangsa ini. Memang kita tiap tahun membuat programa penyuluhan /RKPP (Rencana Kerja Penyuluh Pertanian), yang jadi pertanyaan " apakah kita sudah menggunakan RKPP tersebut sebagai acuan kerja ataukah hanya menjadi hiasan dimeja atau RKPP hanya sekedar untuk menambah angka kredit kita?" Cukup jawab dalam hati saja he he he.... Tapi aku yakin kita semua menggunakannya sbg acuan kerja, kecuali segelintir orang tadi.


wah jadi nglantur critanya nich, kembali ke topik masalah aja ya. Kadang diantara kita ada yang begitu bangga ketika lokasi demplot LL SLPTT kita berproduksi tinggi. Dan mengatakan kalau pelaksanaan SLPTT di desa saya telah berhasil karena bisa mencapai produksi sekian Kg/ ubin. Apakah benar keberhasilan pelaksanaan SLPTT di suatu lokasi hanya diukur dengan hasil ubinan pada lokasi LL tersebut? Jika ya, bagaimana seandainya jika di musim depan produksi menurun ? Bagai mana hasil SLPTT rekan kita yang terkena serangan hama tikus?
Kalau menurut saya tolak ukur keberhasian SLPTT di suatu lokasi ditentukan oleh
  1. Seberapa besar teknologi yang dapat kita sampaikan kepada petani sebagai pelaku usaha.
  2. Seberapa besar teknologi tersebut dapat diserap dan dilaksanakan oleh mereka.
  3. Seberapa besar manfaat dari teknologi tersebut bagi petani kita.
  4. Dan yang terpenting seberapa besar teknologi tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan para petani yang kita cintai.
Sekian dulu postingan saya kali ini, jika setuju, kurang setuju dan ragu-ragu atau bingung silakan isi komentar. Ayo tingkatkan kinerja kita demi orang yang kita cintai. Dan semoga kita tidak menjadi anggota segelintir penyuluh tadi. Bekerjalah bukan hanya dengan keras tapi bekerjalah dengan cerdas. Hidup penyuluh!!!

MENGENDALIKAN PENYAKIT KRESEK PADA TANAMAN PADI DENGAN BUDIDAYA TANAMAN SEHAT


Penyakit kresek pada tanaman padi akhir-akhir ini memang sangat meresahkan petani kita, bukan hanya sulit dikendalikan tapi juga akibat serangan penyakit ini yang sangat menurunkan produksi hingga lebih dari 50%.

Penyakit pada tanaman padi dengan gejala daun mengering mulai dari tepi daun kemudian meluas hingga ketulang tengah daun, jika terjadi serangan akut seluruh helaian daun bisa mengering seluruhnya. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Xanthomonas sp.

Sampai saat ini penulis belum menemukan cara yang efektif untuk mengendalikan penyakit ini kecuali dengan menggunakan budidaya tanaman sehat. Selain itu Cara pengendalian dengan menggunakan bakteri coryne juga dapat dilakukan supaya memperoleh hasil yang memuaskan. Menurut pengalaman penulis cara budidaya tanaman padi yang sehat untuk mengendalikan penyakit kresek yang disebabkan oleh bakteri Xantomonas oryzay dapat dilakukan dengan cara antara lain:

Saya kira itu dulu posting pertama saya dan sebagai salam pembuka untuk anda-anda yang mencintai hijaunya negeri ini. Jika ada koreksi kesalahan dan tambahan-tambahan materi saya ucapkan terima kasih.