Kamis, 28 Juli 2011

CARA SEDERHANA MENGUJI KESUBURAN TANAH

cara-sederhana-mengukur-kesuburan-tanah Salam pertanian!! Kesuburan tanah sekarang ini masih menjadi topik utama pembicaraan para petani Indonesia. Hal tersebut tidaklah mengherankan karena tanah yang subur merupakan modal dasar kesuksesan berbudidaya. Sebagus apapun bibit maupun tehnik budidaya akan tetapi faktor yang satu itu (kesuburan tanah) tetap menjadi kunci utama. Akan tetapi kita dilapangan kadang masih dibuat bingung untuk menentukan tingkat kesuburan tanah kita. Sudah suburkah tanah yang kita gunakan untuk bercocok tanam selama ini? Untuk membantu hal tersebut Gerbang Pertanian kali ini ingin membagi tips cara sederhana menguji kesuburan tanah. Bukan itu saja maspary juga akan mengulas cara membuat alat penguji kesuburan tanah secara sederhana .

Sebelum kita berbicara tentang cara sederhana menguji kesuburan tanah sebaiknya kita membuat alatnya terlebih dahulu. Adapun cara membuat alat penguji kesuburan tanah adalah sebagai berikut:

Alat dan bahan:

  1. Pitingan lampu
  2. Lampu bohlam 100 watt
  3. Kabel (double) 2 meter
  4. Ruji sepeda 2 buah
  5. Jack
  6. Paralon atau kayu sebagai pemegang

Cara Membuatnya:

  1. Sambungkan salah satu ujung pitingan lampu dengan ruji sepeda
  2. Ujung yang satu pitingan sambungkan dengan salah satu kabel sepanjang 2 meter
  3. Sambungkan sepasang  ujung kabel dengan Jack (salah satu yang tersambung dengan pitingan lampu)
  4. Ujung kabel yang belum tersambung sambungkan dengan ruji sepeda yang satunya
  5. Jika rangkaian sudah benar dan aman silahkan pasang lampu bohlam 100 watt pada pitingan.
  6. Untuk mengetes rangkaian tancapkan jack pada stop kontak dan coba hubungkan kedua ujung ruji dengan sendok, paku atau plat besi. Jika menyala terang berarti rankaian sudah benar.
  7. Setelah rangkaian jadi silahkan gunakan untuk mengukur kesuburan tanah kita masing-masing.

Cara sederhana menguji kesuburan tanah:

  1. Ambil segenggam tanah yang akan kita uji
  2. Masukkan kedalam gelas dan campurkan sedikit air hingga macak-macak.
  3. Aduk larutan tersebut
  4. Tancapkan jack pada stop kontak
  5. Tancapkan kedua ujung ruji pada tanah basah yang telah kita masukkan dalam gelas
  6. Semakin terang nyala lampu berarti tanah kita semakin subur.

Maspary pernah iseng mengukur tanah-tanah sawah disekitar rumah saya, dan hasilnya ternyata ada yang tidak menyala sama sekali dan menyala redup sekali. Ketika saya mencoba mengukur pupuk organik padat yang saya campur air nyalanya luar biasa terangnya. Dari hasil uji coba tersebut berarti dapat kita ambil kesimpulan kondisi tanah disekitar saya.

Cara sederhana menguji kesuburan tanah yang maspary sampaikan tersebut memang tidak bisa akurat sekali karena tidak ada skala nilai tingkat kesuburan tanah, akan tetapi paling tidak bisa membantu para petani kita untuk memperkirakan tingkat kesuburan tanah mereka masing-masing.

Sebenarnya maspary telah membuat alat pengukur kesuburan tanah ini dan banyak juga petani saya yang pesan. Alat tersebut sudah saya kemas secara rapih dan aman, jadi anda tinggal menggunakannya saja. Jika para pembaca belum sempat membuatnya atau masih bingung dengan rankaian listrik yang maspary sampaikan silahkan hubungi maspary  HP 081 226 30 297 (SMS Only) untuk memesannya. Ingin tahu alatnya seperti apa bikinan maspary? Silahkan lihat gambar dibawah ini.

alat-pengukur-kesuburan-tanah

Sampai disini dulu perjumpaan dengan Gerbang Pertanian, semoga sedikit informasi ataupun tips yang Maspary sampaikan selalu bisa membawa kemajuan pertanian Indonesia beserta para petani dan keluarganya. (maspary)

Minggu, 24 Juli 2011

CARA TRADISIONAL MENGETAHUI KEASAMAN TANAH

pengukur-keasaman-tanah Salam pertanian!! Rekan-rekan gerbang pertanian semua saya masih punya sedikit informasi pertanian  hasil oleh-oleh kunjungan saya dari Joglo Tani. Yaitu tentang cara tradisional mengetahui keasaman tanah. Cara yang akan maspary sampaikan ini termasuk cara mudah, murah dan siapapun bisa.

Beberapa waktu yang lalu maspary telah menulis di Gerbang Pertanian tentang cara mengukur PH tanah dengan menggunakan kertas lakmus/ PH indikator. Tetapi hal tersebut akan menjadikan banyak kendala bagi rekan-rekan yang sulit mendapatkan kertas lakmus (maaf, masih banyak rekan kita yang hidup jauh dari kota). Oleh karena itu artikel kali ini mudah-mudahan bisa membantu rekan-rekan petani yang kesulitan mendapatkan kertas lakmus.

Cara tradisional mengetahui keasaman tanah yang akan saya tulis ini hanya mendeteksi kondisi tanah kita asam atau basa saja, tidak sampai mengukur berapa pH tanah kita. kalau untuk mengetahui lebih berapa pH tanah kita harus menggunakan kertas pH indikator. Jika ingin lebih spesifik lagi (lebih akurat) kita gunakan pH meter.

 

Langsung kita mulai saja praktek cara tradisional mengetahui keasaman tanahnya,

  1. Ambil kunir sebesar jari telunjuk
  2. Potong jadi dua
  3. Salah satu potongan kunir tadi, masukkan kedalam tanah basah yang akan kita ukur pH nya
  4. Tunggu sampai kira-kira sengah jam (30 menit)
  5. Ambil kunir tesebut dan lihat warna bagian potongan kunir tersebut
  6. Jika warna bagian yang terpotong tadi pudar berarti tanah kita asam.
  7. pH tanah kita netral jika hasil potongan tadi berwarna tetap cerah.
  8. Akan tetapi jika warna kunir tadi biru berarti tanah kita cenderung basa.

Walaupun cara tradisional mengetahui keasaman tanah tersebut tidak seakurat dengan menggunakan kertas lakmus ataupun pH meter, tetapi paling tidak bisa menjadikan gambaran kondisi pH tanah kita. Semoga artikel yang singkat ini bisa berguna bagi rekan-rekan Gerbang Pertanian yang sedang berjuang mensukseskan pertanian Indonesia. Selamat Mencoba!! (maspary)

Rabu, 20 Juli 2011

TEHNIK KALIBRASI PESTISIDA

kalibrasi-pestisida Bagaimana kabar petani Indonesia? Semoga kesuksesan dan keberhasilan selalu menyertai anda semua. Kita jumpa lagi dengan Gerbang Pertanian dengan beberapa tips dan informasi tentang pertanian spesial untuk para petani Indonesia. Kali ini maspary ingin sedikit mengulas ilmu yang tidak begitu penting bagi para petani semua, tetapi artikel tentang tehnik kalibrasi pestisida ini mungkin penting untuk para mahasiswa yang sedang mengambil mata kuliah tentang aplikasi pestisida.

Kenapa saya bilang tidak penting? karena saya belum pernah melihat petani (dari jawa barat sampai jawa timur) yang menerapkan tehnik kalibrasi pestisida sebelum melakukan aplikasi pestisida pada lahannya. Bahkan banyak petani yang nggak tahu apa itu tehnik kalibrasi pestisida.

Tehnik kalibrasi pestisida dilakukan untuk mengkalibrasi/ mengestimasi atau memperkirakan kebutuhan larutan pestisida/ ZPT dan  pupuk daun yang diperlukan untuk diaplikasikan pada lahan kita. Jika kita mengetahui kebutuhan total air yang diperlukan untuk menyemprot (aplikasi) kita akan mudah menentukan konsentrasi pestisida/ ZPT atau pupuk daun yang akan kita gunakan. Hal ini sangat erat kaitanya dengan penggunaan pestisida yang ketentuan kebutuhannya menggunakan dosis bukan konsentrasi.

Masih ada yang bingung ya? Biasanya dalam petunjuk penggunaan pestisida ada 2 istilah yang digunakan untuk mengetahui jumlah kebutuhan pestisida:

  • Dosis adalah jumlah pestisida yang diperlukan dalam satuan luas, pohon, atau batang. Contoh : penggunaan POC merek A adalah 2 Liter/ hektar
  • Konsentrasi adalah jumlah pestisida yang diperlukan dalam satuan liter. Contoh: yang harus diaplikasikan POC merek A adalah 7 ml/ Liter air.

Para petani biasanya kurang sabar untuk melakukan kalibrasi pestisida atau mungkin mereka sudah sangat hafal kebutuhan larutan pestisida yang harus diaplikasikan ketanamannya. Misalnya petani sudah tahu butuh berapa tangki 14 liter untuk mengaplikasiakan pestisida untuk mengendalikan wereng pada tanaman umur 50 hst. Kebutuhan pestisida ini akan selalu berbeda sesuai dengan kebiasaan/ cara menyemprot,  jenis tanaman,  umur tanaman dan hama yang akan dikendalikan. Kebutuhan larutan untuk mengendalikan hama wereng jelas lebih banyak daripada hama walang sangit. Kebutukan larutan pestisida untuk menyemprot tanaman cabe jelas lebih banyak daripada tanaman kacang tanah. Penggunaan larutan pestisida untuk tanaman 1 minggu jelas lebih sedikit jika dibanding dengan tanaman umur 2 bulan.

.

Cara tehnik kalibrasi pestisida:

  1. Siapkan pengukur waktu (jam atau stopwatch)
  2. Siapkan tangki berisi air bersih dan pompa sampai penuh.
  3. Ukur lama waktu penyemprotan yang akan kita lakukan
  4. Lakukan penyemprotan pada satuan luas terkecil lahan kita (misalnya: 1 bedeng, 2 m persegi, 2 meter bedeng dll)
  5. Catat lama waktu penyemprotan satuan luas terkecil lahan kita,
  6. Lakukan lagi penyemprotan dengan jumlah waktu yang sama hanya saja tidak pada tanaman tetapi tampung  air tersebut dalam ember.
  7. Ukur berapa ml larutan tersebut
  8. Untuk mengetahui jumlah total larutan semprot, kalikan air yang anda tampung tadi dengan berapa kali luas lahan sample yang kita semprot tadi dibanding dengan  luas lahan kita . Kalau dirumuskan mungkin seperti ini:

          Vt  =  Vs  X  ( Lt : Ls)

          Keterangan :  - Vt : Kebutuhan Volume total untuk menyemprot suatu lahan

                              - Vs : Volume air hasil kalibrasi (yg ditampung di ember)

                              - Lt : Luas lahan total

                              - Ls : Luas lahan sample

Contoh aplikasi:

Sebuah POC harus diaplikasikan dengan dosis 2 liter/ hektar, berapa ml per tangki  harus kita aplikasikan? POC tersebut akan diaplikasikan ke tanaman padi umur 2 bulan.  Dengan contoh seperti itu kita harus mengetahui kebutuhan larutan pestisida yang kita perlukan untuk diaplikasikan pada tanaman kita. Sebagai contoh larutan yang kita perlukan untuk menyemprot padi umur 2 bulan dalam setiap hektar adalah 10 tangki 14 liter  .  Berarti kita memerlukan larutan semprot 140 liter untuk per hektarnya. Konsentrasi yang diperlukan adalah 2000 ml POC : 140 = 14, 28 ml POC/ liter air. Sehingga tiap tangki kita perlu memberi konsentrasi 14,28 X 14 = 200 ml POC tersebut. Atau lebih ringkasnya juga bisa dihitung dengan cara : 2000 ml POC : 10 Tangki semprot = 200 ml POC / tangki semprot.

Semoga artikel saya tersebut tidak membuat bingung pembaca Gerbang pertanian semua karena saya tidak pas dalam menjelaskannya. Harapan saya justru bisa menambah wawasan para pembaca semua bahkan bisa bermanfaat dan dapat diaplikasikan oleh para petani Indonesia. (maspary).

Jumat, 08 Juli 2011

DAWET IRENG DARI JERAMI PADI

dawet-ireng Salam Pertanian! Kalau kita berjalan-jalan di daerah Banyumas pasti kita akan banyak menjumpai banyak penjual dawet dipinggir jalan. Para penjual dawet tersebut banyak yang memberi label atau judul dawet hitam. Kali ini Gerbang Pertanian ingin membagi tips cara membuat dawet ireng.


BAHAN:

  1. 1 kg tepung ganyong;
  2. � tepung sagu;
  3. 1 genggam merang/batang padi;
  4. 2,5 lt air;
  5. 1 lt santan;
  6. 1 � 1 1/2 sdt garam
  7. es batu secukupnya

SIRUP GULA AREN:

  1. 500 gula aren;
  2. 250 gr gula pasir;
  3. 500 ml air;
  4. 2 daun pandan

CARA MEMBUAT:

  1. Sirup gula aren: rebus semua bahan hingga mendidih dan gula larut. Saring. Sisihkan;
  2. Santan: Campurkan santan dengan garam. Sisihkan;
  3. Larutkan tepung ganyong dan tepung sagu dengan 1.5 lt air hingga rata. Bila perlu saring dengan kain. Sisihkan;
  4. Bakar merang hingga jadi abu, rendam dengan 1 lt air. Aduk hingga berwarna hitam. Saring dengan kain; Rebus larutan merang hingga mendekati mendidih. Sebelum mendidih masukkan adonan sagu. Aduk-aduk hingga jadi seperti bubur. Aduk konstan hingga matang; Siapkan baskom berisi air dingin, dan saringan atau cetakan dawet.
  5. Panas-panas ambil bubur merang yang telah matang secukupnya. Taruh di cetakan, tekan dengan papan yang lebih kecil ukurannya dari diameter saringan. Biarkan bubur merang lolos lewat lubang-lubang kecil saringan tepat di air dingin. Lakukan hingga semua �tersaring�. Tiriskan;
  6. Penyajian: Ambil gelas saji, beri dawet hitam, es batu, tuangi santan dan sirup gula aren. Sajikan.

Jangan hanya kepingin, bikin dong! Mudah kan bikinnya. Semoga artikel ini bisa membantu para pembaca yang ingin membuat dawet ireng dari jerami padi dan para pembaca yang ingin berwiraswasta atau berjualan dawet ireng (maspary).

Selasa, 05 Juli 2011

ANALISA KANDUNGAN KOMPOS JERAMI PADI

jerami-padi Jumpa lagi dengan Gerbang Pertanian. Ada yang harus saya informasikan kepada para petani padi Indonesia. Yaitu tentang analisa kandungan kompos jerami padi. Kompos jerami padi memiliki potensi hara yang sangat tinggi yang harus dimanfaatkan para petani Indonesia. Berikut ini hasil analisa kompos jerami padi yang dibuat dengan promi dengan waktu pengomposan 3 minggu:

Rasio C/N 18,88
C 35,11%
N 1,86%
P2O5 0,21%
K2O 5,35%
Air 55%

Dari data di atas, per ton kompos jerami padi memiliki kandungan hara setara dengan 41,3kg urea, 5,8 kg SP36, dan 89,17kg KCl atau total 136,27 kg NPK .

Menurut Kim and Dale (2004) potensi jerami kurang lebih adalah 1,4 kali dari hasil panennya. Jadi kalau panennya  (GKG) sekitar 6 ton per ha, jeraminya tinggal dikali dengan 1,4 yaitu 8,4 ton jerami per ha. Jika jerami ini dibuat kompos dan rendemen komposnya adalah 60%, maka dalam satu ha sawah dapat dihasilkan 5,04 ton kompos jerami padi. 

Berarti dalam satu ha sawah akan menghasilkan 208,15 kg urea, 29,23 kg SP36, 449,42 KCl atau total 686,80 NPK dari kompos jerami padinya. Sebenarnya informasi ini bisa membuat lega untuk para petani padi kita karena mereka bisa menanam padi tanpa takut harga urea mahal. Yach�.  menanam padi tanpa perlu menggunakan pupuk kimia yang menjadi impian semua petani.

Setelah kita mengetahui hasil analisa kandungan kompos jerami padi sudah pasti kita harus memanfaatkannya untuk mengurangi biaya budidaya padi kita dan ada yang lebih penting lagi yaitu untuk mengembalikan kesuburan tanah kita. Jangan hanya mengambil solusi yang serba praktis dan mudah dengan cara membakar jerami (maspary).

Jumat, 01 Juli 2011

PETANI INDONESIA MASIH MISKIN

petani-indonesia Salam Pertanian. Apa kabar petani Indonesia? Kali ini Gerbang Pertanian hanya ingin sedikit membuka pandangan masyarakat terhadap keadaan petani Indonesia. Yang saya maksud kali ini adalah petani tanaman pangan terutama padi. Setelah beberapa tahun pemerintah Indonesia meluncurkan berbagai program untuk mendokrak stok pangan nasional ternyata ada yang masih dilupakan pemerintah, yaitu nasib petani itu sendiri. Sehingga seakan-akan petani hanyalah sebuah lilin, yang menerangi sekelilingnya namun sedikit demi sedikit dirinya akan terbakar habis.

Pemerintah perlu membuat terobosan kebijakan yang benar-benar memikirkan nasib petani kedepan. Jangan sampai keadaan petani semakin miskin dan tidak menentu sehingga generasi penerus petani akan habis karena menganggap menjadi petani tidak ada yang bisa diharapkan.

Penyebab utama kemiskinan petani adalah karena kepemilikan lahan yang relatif sempit. Kita biasa menyebutnya sebagai petani gurem. Rata-rata kepemilikan lahan petani Indonesia adalah dibawah 0,25 ha. Jika anda ingin mengetahui berapa kecil pendapatan seorang petani yang mempunyai lahan garapan 0,25 ha silahkan melanjutkan membaca artikel ini. Kisah dibawah ini hanyalah kutipan yang maspary baca dari sebuah harian kompas.

Ironis sekali ternyata petani Indonesia masih miskin. Pendapatan rumah tangga petani saat ini ada yang hanya Rp 300.000 per bulan. Itu pun kalau panen padinya dalam kondisi bagus dan iklim bersahabat. Perlu kebijakan revolusioner untuk mencegah pemiskinan petani yang semakin meluas.

Penelusuran Kompas di sejumlah sentra produksi padi di wilayah pantai utara Jawa dari Karawang, Jawa Barat, hingga Tegal, Jawa Tengah, sejak Minggu hingga Selasa (22/2/2011), menunjukkan, pemiskinan petani memang nyata terjadi.

Di lapangan, Mujib (35), pemuda warga Desa Randusari, Kecamatan Pagerbarang, Kabupaten Tegal, menyatakan, saat ini ia hanya mengolah lahan sawah 0,25 bau atau sekitar 1.700 meter persegi (1 bau sekitar 0,7 hektar atau 7.096 meter persegi).

Lahan ini pemberian orangtuanya, mantan pegawai Kantor Urusan Agama Tegal. Pemilik lahan satu bau itu saat ini menggarap lahan sewa 0,25 hektar. Dengan mengolah lahan 1.700 meter persegi, pendapatan bulanan Mujib hanya Rp 300.000-Rp 400.000 per bulan. Itu pun dengan catatan kalau panen padi tidak ada gangguan.

Karena tidak mencukupi kebutuhan, sekalipun dia masih membujang, Mujib mencari tambahan penghasilan dari berjualan benih dan pupuk. Paling tidak untuk kedua usaha sampingannya itu, Mujib mendapatkan tambahan penghasilan bulanan Rp 100.000-Rp 200.000 per bulan. Dengan begitu, total penghasilannya menjadi Rp 500.000-Rp 600.000. Jumlah ini berbeda jauh dari pendapatan ayahnya yang dulu sebagai petani dengan lahan satu bau dan bekerja sebagai pegawai negeri sipil. 

�Meski saya sudah cari tambahan penghasilan, tetap kecil pendapatannya,� kata Mujib, yang pernah juga mencoba membudidayakan lele, tetapi malah merugi Rp 700.000. Berharap mendapat tambahan penghasilan, ia justru merugi.

Hadi Subeno (50), petani dari Desa Pegundan, Kecamatan Petarukan, Kabupaten Pemalang, saat ditemui sedang menjadi buruh panen di Desa Selapura, Kecamatan Dukuhwaru, Kabupaten Tegal, mengatakan, selama ini ia hanya bertani pada lahan sewa seluas 1.700 meter persegi.

Dengan biaya sewa tanah sebesar Rp 1,5 juta sekali musim tanam, ia sering tidak bisa mendapatkan hasil. Rata-rata, hasil penjualan padi pada lahan tersebut sebesar Rp 2,5 hingga Rp 3 juta. Padahal, ia juga masih harus mengeluarkan biaya tanam sekitar Rp 1 juta. �Sering tidak dapat apa-apa, tidak nombok, tetapi juga tidak untung,� katanya.

Beberapa warga di Kecamatan Tanjung Morawa dan Lubuk Pakam, Deli Serdang, Sumatera Utara, beralih dari petani menjadi buruh tani lantaran hasil pertanian tidak mencukupi untuk menutupi kebutuhan hidup. Sekarang mereka hidup dengan mengandalkan upah buruh tani dan kerja serabutan.

Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Universitas Lampung Bustanul Arifin, saat dihubungi secara terpisah di Jakarta, juga mengakui pemiskinan petani yang menjadi-jadi dan terus meluas sebagai dampak fragmentasi lahan pertanian.

�Mau menggunakan perhitungan model apa saja, dengan kepemilikan lahan sempit tidak akan mampu memenuhi kebutuhan hidup mendasar mereka,� kata Bustanul menjelaskan. Ia menghitung, dengan kepemilikan lahan kurang dari 0,5 hektar, kebutuhan hidup petani yang bisa dipenuhi dari usaha pertanian mereka maksimal 54 persen.

Petani Indonesia masih miskin, pemerintah tidak boleh melupakan kesejahteraan petani kita. Harus ada kebijakan yang memberikan kepastian penghasilan bagi petani kita. Harus ada jaminan nilai jual terhadap hasil produksi para petani. Jangan sampai petani sudah mati-matian mempertahankan produksi tetapi akhirnya sangat dikecewakan oleh harga jual yang sangat murah (maspary).